11 Oktober 2008

Serba-serbi Yayasan dan pengaturannya bagian 2

Serba-serbi Yayasan dan pengaturannya
dalam UU 16/2001, UU 28/2004 , PP 63/2008


Setelah membahas tentang apakah Yayasan, siapakah yang dapat menjadi pendiri Yayasan dan batasan kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Yayasan, maka pada artikel bagian ini Penulis akan menguraikan serba-serbi Yayasan perihal modal, pengesahan Anggaran Dasar dan perubahannya, dan permasalahan-permasalahan hukum yang mungkin timbul dari peraturan peraturan yang ada khususnya PP 63/2008.

Dalam pasal 6 PP 63/2008 ditentukan bahwa minimal kekayaan awal dari Yayasan yang harus disediakan oleh pendiri Yayasan adalah sebagai berikut :
- Jika Yayasan didirikan oleh Orang Indonesia ( perorangan atau badan hukum ) maka harus dipisahkan dari harta kekayaan pribadi pendiri sebesar minimal Rp.10.000.000,-
- Jika Yayasan didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, maka harus dipisahkan dari harta kekayaan pribadi pendiri sebesar minimal Rp.100.000.000,-

Permasalahan hukum yang timbul disini adalah penyebutan status Yayasan : ada Yayasan "nasional”, Yayasan yang ”mengandung unsur asing” dan Yayasan ”asing”. Perlu ditelaah lebih lanjut perbedaan antara Yayasan yang mengandung unsur asing ( didirikan menurut hukum
Indonesia ) dengan Yayasan asing ( didirikan menurut hukum Asing ). Pada bagian yang lalu penulis telah disinggung bahwa Yayasan Asing dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya wajib bermitra dengan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia ( Yayasan nasional ) (pasal 26 PP), sedangkan Yayasan yang mengandung unsur asing tidak perlu bermitra dengan Yayasan nasional dan berhak melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Status badan hukum Yayasan diperoleh sejak tanggal pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM ( pasal 11 UU 16/2001 jo UU 28/2004) sedangkan prosedurenya diuraikan dalam pasal 15 PP 63/2008 yaitu dalam jangka waktu maksimal 10 hari sejak tanggal Akta Pendirian, pendiri atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta pendirian Yayasan mengajukan permohonan secara tertulis dilampiri dengan :
a. Salinan akta pendirian Yayasan;
b. Foto copy NPWP Yayasan yang dilegalisir Notaris;
c. Surat pernyataan kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan ditanda tangani Pengurus dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa;
d. Bukti penyetoran atau keterangan Bank atas nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;
e. Surat Pernyataan Pendiri mengnai keabsahan kekayaan awal tersebut;
f. Bukti penyetoran biaya pengesahan dan pegumuman Yayasan.

Prosedure mana lebih lengkap daripada yang disyaratkan dalam Surat Edaran Dirjen Administrasi Hukum Umum nomor C-HT.01.10-21 tanggal 4 Nopember 2002 juncto Surat nomor : C-HT.01.10-07 tanggal 5 Mei 2003 perihal pengesahan dan persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan.
Jadi secara praktis sebaiknya dilengkapi semuanya termasuk biaya PNBP dan biaya Pengumuman TBNRI.

Mengenai Anggaran Dasar Yayasan yang perlu diperhatikan adalah baik Pendirian Yayasan maupun perubahan Anggaran Dasar Yayasan harus menggunakan akta otentik dan dibuat dalam bahasa Indonesia ( pasal 9 ayat jo pasal 18 ayat 3 2 UU 16/2001 ).

Perubahan subtansi Anggaran Dasar dapat dikategorikan menjadi 3 kategori :
- hal yang tidak boleh dirubah
- hal yang boleh dirubah dengan mendapat persetujuan Menteri
- hal yang boleh dirubah cukup dengan diberitahukan kepada Menteri
Sedangkan perubahan data Yayasan cukup diberitahukan kepada Menteri ( pasal 19 PP ).

Hal yang tidak boleh dirubah dari subtansi Anggaran Dasar Yayasan adalah perubahan maksud dan tujuan Yayasan.
Hal yang boleh dirubah dengan persetujuan Menteri adalah perubahan nama dan kegiatan Yayasan.
Hal yang boleh dirubah cukup diberitahukan kepada Menteri adalah subtansi Anggaran Dasar selain yang disebutkan diatas termasuk perubahan tempat kedudukan Yayasan. ( pasal 18 ayat 1 dan ayat 3 ).
Perubahan susunan Pengurus, Pembina, Pengawas dan perubahan alamat lengkap Yayasan adalah termasuk perbuatan hukum yang tidak merubah Anggaran Dasar Yayasan namun dikategorikan sebagai perubahan data Yayasan ( pasal 19 PP dan penjelasannya ).
Hati-hati disini karena perubahan tempat kedudukan dan perubahan alamat lengkap Yayasan adalah perbuatan hukum yang berbeda.

Yang menjadi permasalahan hukum adalah penentuan waktu efektif berlakunya perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan Anggaran Dasar yang membutuhkan persetujuan Menteri secara tegas ditetapkan berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri ( pasal 17 PP ), dalam pasal 18 mengenai perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang tidak memerlukan persetujuan Menteri tidak ditetapkan efektif
berlakunya, sebaliknya dalam pasal 19 ditetapkan perubahan data Yayasan efektif berlaku sejak tanggal perubahan tersebut dicatat dalam Data Yayasan. Nah ini masalah besar !!
Rupanya pembuat PP telah melakukan kekeliruan yang fatal, jika penetapan waktu efektifitas berlakunya perubahan Anggaran Dasar ditetapkan sejak pencatatan dalam Data Yayasan maka tidak ada masalah, namun ketentuan tentang efektifitas berlakunya perubahan data Yayasan ditetapkan berdasarkan tanggal pencatatan adalah bertentangan dengan pasal 33 jo pasal 45 (point 9 dan point 14 UU 28/2004 ), yang menentukan bahwa perubahan data tersebut wajib
disampaikan oleh Pengurus yang menggantikan Pengurus lama, padahal pasal 19 PP efektifitas penggantian tersebut (data perubahan) terhitung sejak dicatatkan dalam Data Yayasan, jadi bukan berlaku sejak ditutupnya Rapat Pembina yang merubah susunan Pengurus dan/atau Pengawas atau sejak ditutupnya Rapat pengurus yang menetapkan perubahan alamat Yayasan ( dalam 1 kelurahan ).

Ironis memang dimana PP diadakan dengan maksud untuk lebih menjamin kepastian hukum namun subtansinya justru menimbulkan ketidak-kepastian hukum. Langkah Yudicial Review sebaiknya perlu segera ditempuh oleh para praktisi hukum untuk meniadakan ketidak-pastian tersebut.

Permasalahan hukum yang paling penting adalah keberadaan pasal 39 PP 63/2008 sebagai aturan yang memaksa apabila Yayasan yang diakui sebagai badan hukum namun tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya sesuai dengan UU 16/2001 jo UU 28/2004 sampai dengan selambat-lambatnya tanggal 6 Oktober 2008, maka Yayasan tersebut harus melikuidasi kekayaannya dan menyerahkan sisa hasil likuidasinya kepada Yayasan yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang dibubarkan.
Padahal dalam pasal 71 ayat 4 UU 16/2001 jo point 20 UU 28/2004 yang disebut pula dalam pasal 39 PP hanya menegaskan bahwa terhadap yayasan tersebut disamping tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan DAPAT dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Jelas-jelas PP telah melampaui pengaturan yang diatur dalam UU ! Dengan adanya norma ”harus melikuidasi kekayaannya” ini berarti semua Yayasan yang sudah berbadan hukum yang belum menyesuaikan dengan UU tentang Yayasan WAJIB membubarkan diri.

Dan jika analisa tersebut diterima maka terjadilah ”kekonyolan hukum” akibat membandingkan ketentuan tersebut di atas dengan ketentuan dalam pasal 36 PP mengenai Yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum, terhadap ”yayasan” ini tidak perlu dibubarkan cukup dimintakan
permohonan pengesahan ke Menteri dan terhadap seluruh tindakan ”Yayasan” tetap diakui sebagai perbuatan hukum yang sah ( hanya saja menjadi tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng dari anggota organ Yayasan, pasal 36 ayat 3 PP).

Sungguh konyol bagi Yayasan yang sudah berbadan hukum namun belum menyesuaikan diri dengan UU ”diperlakukan lebih kejam” daripada Yayasan belum/tidak diakui berbadan hukum yang memang dari semula tidak mentaati hukum yang berlaku.
Disini terjadi ketidak adilan !

Berikutnya agar tidak lebih konyol lagi sebaiknya redaksi pasal 36 ayat 2 diubah menjadi : ”Didalam premise akta Perubahan Anggaran Dasar disebutkan asal usul pendirian Yayasan ...dst”.
Argumentasinya : Tidak mungkin di dalam Akta Pendirian ditambahkan premise seperti yang disyaratkan kecuali dengan mengadakan Perubahan terhadap Akta tersebut.
Saran : sekalian dalam premise akta ditegaskan pula bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ yayasan sebelum disahkannya yayasan sebagai badan hukum, terhitung sejak disahkannya yayasan sebagai badan hukum, segala hak dan kewajiban yang timbul diambih alih dan oleh karena itu menjadi hak dan kewajiban Yayasan.
( Ini mengadopsi ketentuan dalam pasal 14 UU 40 /2007 tentang PT ).
Argumentasinya : karena dalam UU dan PP tidak disebutkan peralihan hak dan kewajiban atas suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ yayasan sebelum yayasan disahkan sebagai badan hukum, maka hal itu paling tepat disebutkan dalam akta perubahan anggaran dasar yayasan.

Demikianlah uraian sekilas mengenai serba serbi Yayasan, semoga berguna bagi para pembaca.

Baca selanjutnya...

07 Oktober 2008

Serba-serbi Yayasan bagian 1

Serba-serbi Yayasan dan pengaturannya
dalam UU 16/2001, UU 28/2004 dan PP
63/2008


Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha dengan syarat bahwa :
- usaha kegiatan badan usaha tersebut harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan;
- kegiatan usahanya tidak bertentangan denan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundangan yang berlaku ( dapat mencakup bidang-bidang hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkunngan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan ) ( pasal 8 UU16/2001);
- jumlah penyertaan maksimum 25 % dari seluruh nilai kekayaan Yayasan;
- Anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai anggota Dirkesi dan anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha tersebut.

Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas. Kepada mereka tidak dapat diberikan gaji, upah atau honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. ( Pasal 5 UU 28/2004 ).
Khusus mengenai Pengurus dapat diadakan pengaturan pengecualiannya dalam Anggaran Dasar Yayasan, yaitu Pengurus dapat diberi gaji, upah atau honorarium dengan syarat bahwa Anggota Pengurus tersebut :
- bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina atau Pengawas;
- melaksanakan kepengurusan Yayaysan secara langsung dan penuh.

Disamping larangan untuk memberikan upah, gaji atau honorarium, Yayasan juga dilarang untuk membagikan hasil kegiatan usahanya kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas. (pasal 3 ayat 2 UU16/2001).Namun segala biaya dan ongkos yang dikeluarkan oleh organ yayasan dalam rangka menjalankan tugas yayasan wajib dibayar oleh Yayasan.

Catatan Penulis : Jadi kalau gaji, upah atau honor tidak boleh, tapi kalau biaya perjalanan, biaya seminar, ongkos penginapan, ongkos pemeliharaan/service kendaraan, dll yang dikeluarkan lebih dahulu ( ditalangi ) oleh organ yayasan dapat minta ganti kepada Yayasan. Pastilah akan banyak pos-pos pengeluaran di bidang ini kalau mau mengamati laporan keuangan yayasan :)

Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan, dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Disamping oleh orang masih hidup, maka yayasan dapat pula didirikan dengan suatu wasiat ( oleh orang telah meninggal ).
Catatan : Penulis mengkritisi redaksi pasal 10 ayat 2 UU 16/2001 dimana disebutkan bahwa penerima wasiat mewakili pemberi wasiat, permasalahan yang utama adalah dapatkah orang yang telah meninggal dunia menjadi subyek hukum? Kedua siapakah penerima wasiat?
Kalau penerima warisan itu sudah pasti jelas, namun penerima wasiat dalam hal pendirian Yayasan sangat kabur.
Seharusnya dipakai kata-kata Pelaksana Wasiat dengan bantuan ahli waris pemberi wasiat wajib melaksanakan ketentuan dalam wasiat, disini yang menjadi subyek hukum adalah boedel harta peninggalan pewaris bukan pewaris. ( Hal/kekeliruan ini rupanya disadari oleh Pemerintah sehingga dikoreksi dalam pasal 9 PP 63/2008).
M
enurut PP 63/2008 pasal 8 memuat materi bahwa wasiat tersebut harus dengan wasiat terbuka yaitu wasiat yang dibuat dihadapan notaris sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Catatan penulis kata ”terbuka” ini menutup kemungkinan bagi pendirian Yayasan yang dilakukan dengan menggunakan surat wasiat olograpis, wasiat rahasia atau tertutup; jadi maksud Pemerintah tegas bahwa pendirian Yayasan hanya dimungkinkan dengan surat wasiat dalam bentuk akta umum.

Pengertian orang disini adalah orang perorangan dan/atau badan hukum baik nasional maupun asing ( pasal 9 UU 16/2001 ). Pendirian yayasan oleh orang asing diatur dalam PP nomor 63/2008 dalam pasal 10 s/d pasal 14 dan peraturan keimigrasian serta peraturan ketenagakerjaan ( penjelasan pasal 10 PP ).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh yayasan yang didirikan oleh orang asing ( Yayasan yang mengandung unsur asing ):
- Orang asing /pendiri memisahkan minimal senilai Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk modal awal yayasan;
- Menyatakan harta kekayaan tersebut berasal dari harta yang sah;
- Menyatakan bahwa kegiatan Yayasan tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia;
- Salah seorang pengurus Yayasan wajib dijabat oleh orang Indonesia;
- Anggota Pengurus wajib bertempat tinggal di Indonesia;
- Anggota Pengurus asing wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah RI [ izin kerja, izin melakukan penelitian, izin belajar, izin melakukan kegiatan keagamaan, izin usaha sesuai UU Penanaman Modal (penjelasan pasal 12 PP )]dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara;
- Anggota Pembina atau pengawas asing jika bertempat tinggal di Indonesia wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah RI dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.
Khusus bagi pejabat korps diplomatik (suami, isteri dan anak-anaknya) tidak wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah RI dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.

Catatan penulis : PP ini sangat memprioritaskan orang-orang yang bekerja sebagai korps diplomatik untuk mendirikan yayasan di Indonesia. Mungkin hal ini perlu dibahas oleh ahli-ahli
politik dan keamanan bangsa dalam mengkaji aspek politis dan aspek sekuriti yang mana bukan merupakan bidang Penulis. ( Bandingkan dengan ketentuan yang mengatur tentang cara beroperasinya Yayasan Asing ( beda dengan yayasan yang mengandung unsur asing ) dalam pasal 26 PP. Peraturan ini menurut penulis sangat bias, karena mengatur yayasan asing ( Yayasan yang didirikan menurut hukum asing) tidak diperbolehkan melakukan kegiatan dibidang pengembangan dan penelitian (pasal 26 PP), sebaliknya yayasan yang mengandung unsur asing ( yayasan yang didirikan menurut hukum Indonesia )- yang memprioritaskan anggota korps diplomatik sebagai pendiri, pembina, pengurus atau pengawas dari yayasan yang
mengandung unsur asing - diperbolehkan melakukan semua kegiatan sesuai maksud dan tujuan yayasan termasuk dibidang pengembangan dan penelitian. Membingungkan....

Bersambung....








Baca selanjutnya...