Tanggapan atas pendapat Montir Akta ( Pieter E. Latumenten, SH.,MH) di Rubrik Bengkel Akta dalam artikel :Premisse Bagian Akta Notaris dan implikasi hukumnya bagi para pihak ( Majalah Renvoi nomor 2.62.VI )
Permasalahan yang dimuat dalam artikel tersebut : Apakah keterangan seseorang dalam premisse yang tidak sesuai dengan peristiwa/ kenyataan yang ada dapat dianggap sebagai pemberian keterangan palsu?
Dalam artikel tersebut diberikan contoh :
Seseorang telah diberi kuasa berdasarkan Notulen Rapat untuk menyatakan Hasil Rapat tersebut dalam bentuk Akta Pernyataan Keputusan Rapat di hadapan Notaris. Dalam premissenya disebutkan olehnya bahwa ketentuan dan tatacara Rapat telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Akan tetapi dikemudian hari ternyata terbukti bahwa salah seorang pemegang saham tidak pernah diundang dan tidak pernah hadir dalam Rapat, sehingga keterangan penghadap dalam premisse tersebut dianggap telah memberikan keterangan palsu.
Oleh Sang Montir Akta dikatakan : “Premisse tidak diatur dalam UUJN dan dalam praktik notaris premisse dimuat setelah bagian komparisi dan sebelum isi akta, dan hanya memperjelas isi akta atau memuat penjelasan yang bersifat pertimbangan dibuatnya akta tersebut” (Garis bawah oleh penulis).
Berdasarkan hal tersebut rekan Pieter berpendapat : Tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh penghadap tersebut dalam memberikan keterangan pada Akta PKR sepanjang keterangan tersebut sesuai dengan fakta yang tercantum dalam RUPS dibawah tangan yaitu dengan hadirnya seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetujui oleh suara bulat.
Penulis tertarik untuk memulai analisa terhadap arti kata ”premisse” dari asal usul bahasanya lebih dahulu.
Premisse dalam bahasa Latin disebut ”praemissae” yang berarti ” a claim that is a reason for, or objection aginst, some other claim. In other words, it is a statement presumed true within the context of an argument toward a conclusion “ (http://en.wikipedia.org/wiki/Premise, lihat juga di http://encyclopedia.jrank.org/SUS_TAV/SYLLOGISM_Gr_ovAAoytvos_from_en.html)
Kata/istilah premisse ini digunakan dalam hubungan dengan penjelasan mengenai logika deduktif, sehingga premisse adalah suatu pernyataan yang diduga benar dalam rangkaian argumen dalam pembentukan sebuah kesimpulan.
Jadi unsur-unsur premisse :
- Pernyataan ( keterangan penghadap )
- Suatu yang dianggap benar ( apa yang benar-benar dialami, disaksikan, dikehendaki dan diketahui oleh
penghadap )
- Dengan tujuan untuk menghasilkan kesimpulan ( landasan untuk menghasilkan kesepakatan atau landasan bagi dibuatnya suatu akta )
Soko guru notaris Komar Andasasmita mengartikan Premisse sebagai suatu keterangan atau pernyataan pendahuluan yang merupakan dasar atau pokok masalah yang akan diatur dalam suatu akta.
Dalam praktek seringkali premisse berisi tentang hal-hal yang melatar-belakangi para pihak sebelum masuk dalam suatu kesepakatan disamping pernyataan adanya kesepakatan dan janji untuk saling mengikatkan diri
antara para pihak sendiri dan selanjutnya masuk kedalam isi/batang tubuh akta.
Bahkan penulis dalam awal premisse sering menyebutkan : ”Para penghadap yang bertindak sebagaimana tersebut menyatakan dan menerangkan dengan sebenar-benarnya dan berani diangkat sumpah di muka Pengadilan manapun sebagai berikut :...dst ”
Oleh karena itu jikalau penghadap menerangkan suatu hal yang sesuai dengan yang tercantum dalam RUPS dibawah tangan, padahal dia tahu bahwa hal tersebut tidak benar, maka menurut penulis penghadap tersebut telah memberikan keterangan palsu.
Menurut penulis sebenarnya yang terjadi dalam permasalahan di atas adalah penghadap mengetahui bahwa memang terdapat satu orang pemegang saham yang tidak hadir dan tidak menanda tangani Notulen RUPS, namun Notulen RUPS tersebut telah direkayasa sedemikian seolah-olah semua pemegang saham hadir dalam Rapat dan menyetujui keputusan Rapat dengan suara bulat. Dan penghadap mengakui/ menyatakan dalam premisse Akta PKR suatu hal yang tidak benar/palsu.
Tentu saja dalam hal ini sang Notaris yang membuat Akta PKR nya tidak perlu takut dag dig dug terkena pasal 55 dan pasal 56 KUHPidana, oleh karena yang menyatakan keterangan dalam premisse itu kan penghadap bukan sang Notaris. So ngapain takuuut, harusnya siapa takuut...!
Sekali lagi menurut penulis fungsi Premisse dalam suatu Akta Otentik adalah sangat penting dan sangat strategis baik bagi para pihak maupun bagi notaris.
Bukan hanya sekedar sebagai rangkaian kalimat yang memperjelas isi akta atau memuat penjelasan yang bersifat
pertimbangan dibuatnya akta tersebut, namun justru kalimat pertama dari Premisse itulah yang membuat Notaris tidak dapat didakwa sebagai turut serta dalam melakukan suatu tindak pidana ( Dengan catatan : Notaris tersebut telah benar-benar melakukan tugas jabatannya sesuai dengan UU dan Kode Etik jabatan, baca juga artikel penulis mengenai kedudukan Notaris di http://notarissby.blogspot.com/2008/03/apakah-notaris-tunduk-pada-prinsip.html), karena dari kalimat : Para penghadap menyatakan dan menerangkan ...dst adalah bukti bahwa Notaris disini fungsinya hanya untuk mengkonstatir dari maksud dan kehendak para pihak bukan sebagai pihak yang ikut serta dalam perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak, demikianlah wejangan dosen penulis almarhum Tan A Sioe pada waktu memberikan kuliahnya Pembuatan Akta Umum.
Sedangkan implikasi Premisse bagi para pihak bahwa para pihak bertanggung jawab sepenuhya atas kebenaran dari apa yang dia terangkan/nyatakan, yang menjadi dasar bagi kesepakatan para pihak.
Menurut penulis apa yang dicantumkan dalam Premisse disamping dasar, landasan, latar belakang kehendak para pihak, juga sebagai ”tempat” untuk menyatakan suatu sebab ( yang halal) dari diadakannya persetujuan oleh para pihak.
Pasal 1336 KUHPdt : “Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab yang lain (“yang diperbolehkan”, catatan dari penulis) daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah.”
Jadi suatu sebab yang halal dalam suatu persetujuan yang tertulis akan di”tempat”kan di bagian Premisse.
Kesimpulan :
Fungsi Premisse dalam Akta Otentik sangat penting dan strategis karena memuat :
1. dasar, landasan, latar belakang kehendak para pihak ;
2. maksud dan tujuan pembuatan akta ;
3. uraian tentang sebab yang halal ;
4. uraian tentang adanya kesepakatan para pihak ;
5. bukti bahwa Notaris hanya mengkonstatir maksud dan kehendak para pihak.
Jadi dari 4 syarat sahnya suatu persetujuan (pasal 1320 KUHPdt ), 2 syarat tercantum dalam Premisse.
Semoga uraian di atas memberikan wacana dan pengetahuan sesama rekan notaris dan para penegak hukum yang lain, agar semakin memahami kedudukan dan fungsi Akta Otentik dan juga memahami kedudukan Notaris dalam Akta yang dibuat dihadapan atau olehnya.
4 komentar:
Bimbingan hukum perdata yang bermanfaat.. Kayaknya di sini tempat berbaginya orang-orang hukum ya..?
Kalau karena sebab dari dibuatnya akta sudah terjadi dan sekarang ingin melaksanakan isi dari akta tersebut, bagaimana caranya? apakah melalui pengadilan? jika iya, ke pengadilan seperti gugatan atau permohonan pelaksanaan atau langsung melaksanakan sendiri tanpa pengadilan seperti yang tertulis dalam akta? Mohon pencerahannya....thx
Rekan Vita
saya masih tidak begitu jelas dengan landasan dari pertanyaannya....
Pelaksanaan isi dari akta kenapa harus diajukan gugatan lewat pengadilan ?
Yg kita ketahui bahwa setiap persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik ( psl 1338 ayat 3 KUHPdt ).
Nah baru kalau tidak dilaksanakan, maka terjadilah wanprestasi... dengan terjadinya wanprestasi ada 2 kemungkinan : pemutusan perjanjian ( baca pasal 1266, 1267 KUHPdt atau gugatan ke pengadilan tuntutan ganti rugi, biaya dan bunga ( baca pasal 1243 KUHPdt ).
Salam sejahtera
Jusuf Patrick
Trims atas ilmunya
Posting Komentar