21 April 2008

PERANAN, MANFAAT DAN FUNGSI IKATAN NOTARIS INDONESIA DALAM MEMELIHARA KEBERADAAN, PERANAN DAN KEDUDUKAN NOTARIS

Tanggal 1 Juli 1908 Ikatan Notaris Indonesia dibentuk oleh para sesepuh Notaris di Indonesia sebagai satu-satunya organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia dengan cita-cita untuk menjaga dan membina keluhuran martabat dan jabatan Notaris.
Sangat menarik untuk menyimak topik-topik yang akan dibahas oleh Pengwil INI Jawa Timur dalam memperingati HUT 100 th Ikatan Notaris Indonesia dengan mengadakan acara-acara sarasehan-sarasehan dibeberapa Pengda INI di Jawa Timur ( Kediri, Malang, Surabaya ) dilanjutkan dengan acara-acara kemasyarakatan berupa Bakti Sosial dan Donor Darah, disamping acara keberasamaan berupa kegiatan olah raga jalan sehat dan lain-lain.
Topik-topik penting yang akan dibahas dan merupakan bahan / materi bagi pelaksanaan Kongres INI mendatang adalah tentang :

  1. Pendidikan Notariat dan sistem magang kandidat notaris
  2. Formasi Notaris dan isu-isu pembentukan perserikatan perdata bagi para notaris ( Praktek Bersama)
  3. Fungsi dan Peranan Majelis Pengawas Notaris
  4. Sejarah kenotariatan dan kesaksian para tokoh Notaris di Indonesia
  5. Pelaksanaan Pasal 15 ayat 2 huruf f UU 30 th 2004 ( UU JN) kewenangan notaris dalam pembuatan akta yang berkaitan dengan pertanahan

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul berkenaan dengan topik-topik tersebut :

  • Bagaimanakah Peranan dan Fungsi INI terhadap sistem pendidikan kenotariatan dan terhadap para kandidat notaris lulusan Magister Kenotariatan dalam usahanya untuk menjaga keluhuran martabat dan jabatan Notaris di Indonesia?
  • Bagaimanakah Peranan dan manfaat INI bagi para anggotanya dalam menghadapi melubernya pengangkatan notaris baru di Indonesia (khususnya di kota-kota besar) ?
  • Praktek bersama solusi mempertahankan martabat notaris dari persaingan yang menghancurkan, apa kata pembesar-pembesar INI ?
  • Pelajaran apakah yang layak dianut dan/atau dibuang dari sejarah keNotariatan di Indonesia?
  • Pasal 15 ayat 2 huruf f UU JN efektif or mubasir ?
  • Bagaimanakah peranan Majelis Pengawas Notaris dalam "membela" harkat dan martabat Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya?
  • Bagaimana dan apakah upaya INI dalam upayanya menjaga martabat dan jabatan Notaris dengan berlakunya UU ITE ? ( Lihat kembali tulisan mengenai " Komputer milik masyarakat umum lebih sulit diperiksa oleh Penyidik daripada minuta akta notaris !!"

Ayo kita diskusikan point-point tersebut demi keberadaan lembaga notariat yang kita cintai !

Silahkan rekan-rekan yang berminat menghadiri acara peringatan HUT 100 th INI tersebut, pendaftaran tunggu informasi selanjutnya, baik melalui blog ini, maupun dimilis Notaris Indonesia

Salam sejahtera
Jusuf Patrick

Baca selanjutnya...

04 April 2008

Trilogi hubungan Repertorium, Para pihak dan Rahasia Jabatan

Nama-nama siapakah yang wajib dicantumkan dalam Daftar Akta
(dahulu Repertorium)?
( Suatu penafsiran atas siapa yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan terhadap suatu akta).

Menurut pasal 58 ayat 2 UUJN dalam Daftar Akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Notaris setiap hari mencatat …..dan nama semua orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
Ada beberapa rekan notaris yang mencantumkan nama-nama semua orang yang menghadap ( termasuk orang-orang yang ikut menjadi saksi disamping saksi-saksi utama pada waktu pembuatan akta ) dalam Daftar Akta, semua itu dilakukan oleh rekan-rekan dengan mendasarkan tindakannya pada kata-kata SEMUA ORANG dalam pasal 58 ayat 2 juncto pasal 59 ayat 2 UUJN (SEMUA ORANG YANG MENGHADAP…).
Apakah tindakan ini sudah sesuai dengan UUJN itu sendiri ?
Untuk membahas kebenaran tindakan ini marilah kita meninjau lebih dahulu apa arti keberadaan atau kegunaan dari Daftar Akta ( dahulu repertorium ) dan Buka Daftar Nama Penghadap/Klapper.
Menurut GURU / EMPU nya para notaris yaitu Bpk G.H.S. Lumban Tobing S.H. dalam bukunya berjudul Peraturan Jabatan Notaris, beliau mengatakan bahwa : “Pengadaan repertorium untuk akta-akta yang dibuat dihadapan notaris sangat perlu, selain untuk memberikan keyakinan tentang ADANYA akta itu dan TANGGAL akta itu sendiri, juga untuk MEMUDAHKAN PENCARIAN AKTA.
Menurut beliau nama-nama siapakah yang dimasukkan dalam repertorium adalah nama-nama para penghadap dalam arti luas yaitu termasuk juga nama-nama dari orang-orang yang diwakili dalam akta ( karena pada waktu itu bunyi pasal 45 PJN yang dicantumkan dalam repertorium adalah :…..nama dari orang-orang yang menghadap dalam akta… )
Bagaimana perkembangannya saat ini?
Pasal 58 ayat 2 UUJN menyebutkan :”…. nama semua orang yang BERTINDAK baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.”
Jika ditelaah lebih lanjut maka penulisan nama-nama dalam repertorium adalah hanyalah nama-nama orang yang BERTINDAK dalam akta atau dengan kata lain setiap notaris cukup mencantumkan nama-nama yang ada dalam Komparan ( penghadap baik untuk diri sendiri maupun sebagai kuasa/wakil ) sebagai yang BERKEPENTINGAN dalam akta, jadi semua orang diluar pihak yang berkepentingan dalam akta tidak perlu dicantumkan dalam Daftar Akta/Repertorium.
Jadi nama-nama saksi-saksi pengenal, penerjemah, orang-orang lain yang ikut menghadap yang menerangkan ikut menjadi saksi pada pembuatan akta ( makelar/ broker/ agen property, lawyer, dll ) tidak perlu dimasukkan kedalam nama penghadap dalam Daftar Akta/ repertorium maupun Klapper ( yang merupakan “kutipan bagian” dari Daftar Akta).
Ada bahaya tersendiri jika rekan-rekan notaris memasukkan nama-nama orang yang tidak berkepentingan dalam Repertorium, karena dengan dimasukkan namanya dalam repertorium ( yang otomatis wajib ditulis dalam Klapper ), maka semua orang tersebut dapat saja meminta Salinan, Kutipan, Grosse dari minuta Akta. Dan itu tentu saja bertentangan dengan Rahasia Jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat 1e juncto pasal 54 UUJN!
Pertanyaannya siapa saja yang disebut orang-orang yang berkepentingan terhadap suatu akta ?
Pasal 54 UUJN hanya menyebutkan “orang yang berkepentingan langsung PADA akta” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Menurut GHS Lumban Tobing dalam dunia kenotariatan dikenal 3 pendapat ditambah dengan pendapatnya sendiri terhadap siapa yang dimaksud orang-orang yang langsung berkepentingan :
Pendapat sempitDianut oleh Hoge Raad dalam arrestnya tgl 20 Juni 1913 dikatakan bahwa orang yang berkepentingan langsung adalah bukan mereka yang mempunyai kepentingan PADA akta, akan tetapi mereka yang mempunyai HAK ATAS AKTA, artinya yang mempunyai hubungan hukum dengan akta, yang bersumber dari penugasan yang diberikan kepada notaris untuk membuat akta itu.
Pendapat Luas (Libourel)Jawaban atas pertanyaan siapakah orang yang berkepentingan langsung, tidak terletak pada jawaban atas pertanyaan Siapa yang BERHAK atas akta, akan tetapi dalam jawaban atas pertanyaan siapa yang mempunyai KEPENTINGAN,- yakni kepentingan langsung –PADA akta
Pendapat diantara nomor 1 dan nomor 2 (Eggens)Orang-orang yang berkepentingan langsung adalah mereka bagi siapa isi akta itu diPERUNTUKAN, mereka yang menjadi PIHAK pada isi akta, sekalipun mereka tidak ikut sebagai komparan (penghadap) dalam akta yanng bersangkutan. Jadi bukan pihak-pihak DALAM akta, akan tetapi pihak-pihak PADA akta.
Pendapat GURU GHS Lumban TobingSiapa yang dimaksud dengan yang langsung berkepentingan selalu dikembalikan kepada pengertian “PIHAK” (partij), yakni mereka yanng menugaskan kepada notaris untuk membuatkan alat bukti notarieel…dst. Perkataan pihak dalam hal ini harus diartikan pihak DALAM akta dan bukan dalam arti pihak PADA akta.
Dalam UUJN rupanya dianut paham pendapat luas dan itu mengandung resiko sendiri bagi para notaris untuk menentukan sendiri dimana dan sampai seberapa jauh batas-batas yang dinamakan kepentingan yang sah dari orang yang bukan pihak dalam suatu akta, tapi yang tidak kurang kepentingannya dibanding kepentingan orang yang langsung berkepentingan dalam akta itu.
Menurut pendapat saya pribadi : Jika anda ragu-ragu menentukan apakah seseorang mempunyai kepentingan secara langsung PADA akta yang anda buat/protokol akta yang anda pegang, maka sarankan yang bersangkutan untuk menuntut kepada Hakim agar anda diperintahkan membuat salinan akta tersebut.
Semoga menjawab kebingungan rekan-rekan.
Salam sejahtera
Jusuf Patrick

Baca selanjutnya...

01 April 2008

Majelis Pengawas Notaris

Kedudukan Majelis Pengawas Notaris
dalam sistem hukum Indonesia.



Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. ( Oleh karena yang diawasi adalah Notaris maka disebut juga sebagai Majelis Pengawas Notaris ).
Badan ini dibentuk oleh Menteri guna mendelegasikan kewajibannya untuk mengawasi (sekaligus membina) Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris (lihat pasal 67 UU JN juncto pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004).
Dalam melaksanakan tugas kewajibannya Badan tersebut secara fungsional dibagi menjadi 3 bagian secara hirarki sesuai dengan pembagian suatu wilayah administratif ( Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat ) yaitu : Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. (Pasal 68 UU JN )
Dari uraian di atas maka timbul permasalahan mengenai kedudukan dan fungsi Majelis Pengawas tersebut sebagai berikut :
1. Apakah Majelis Pengawas adalah merupakan Badan Tata Usaha Negara yang tunduk pada Hukum Administrasi Tata Usaha Negara?
2. Apakah Keputusan Majelis Pengawas yang telah menjatuhkan Sanksi Administratif telah memenuhi ketentuan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara ?
Untuk menjawab permasalahan di atas akan lebih jelas jika kita melihat ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU no 5 tahun 1986 juncto UU no 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Didalam Pasal 1 UU no 5 tahun 1986 diuraikan definisi/pengertian dari :
1. Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah;
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Maka nampaklah dengan jelas ketentuan pasal 67 ayat 1 dan ayat 2 UUJN termasuk didalam pengertian pasal 1 UU PTUN, bahwa Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan telah mendelegasikan kewenangannya kepada Majelis Pengawas yang oleh karena itu secara fungsional dan keberadaannya sebagai Badan Tata Usaha Negara.
Untuk menjawab permasalahan yang kedua tidaklah semudah mencari jawaban untuk permasalahan yang pertama, karena tidak semua Keputusan dari Badan TUN adalah termasuk keputusan TUN yang diatur dalam UU 9 tahun 2004.
Dalam pasal 2 UU PTUN disebutkan terdapat 7 (tujuh) macam Keputusan TUN yang tidak termasuk diatur dalam UU PTUN ( yang tidak dapat menjadi obyek sengketa TUN ) yaitu :
a. Keputusan Tata Usaha Negara merupakan perbuatan hukum perdata;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum."
Menarik untuk dicermati penjelasan pasal 2 huruf e point nomor 3 yang berkaitan dengan dunia kenotariatan yaitu sebagai berikut :
Penjelasan pasal 2 Huruf e :
Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud pada huruf ini umpamanya:
1. Keputusan Badan Pertanahan Nasional yang mengeluarkan sertifikat tanah atas nama seseorang yang didasarkan atas pertimbangan putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan tanah negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperebutkan oleh para pihak.
2. Keputusan serupa angka 1, tetapi didasarkan atas amar putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Keputusan pemecatan seorang notaris oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris, setelah menerima usul Ketua Pengadilan Negeri atas dasar kewenangannya menurut ketentuan Undang-Undang Peradilan Umum.
Perlu diketahui dalam UU 9 tahun 2004 yang diundangkan tanggal 29 maret 2004 pada waktu itu yang menjadi acuan untuk menjatuhkan hukuman/sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atas seorang Notaris adalah atas usulan dari Ketua Pengadilan Negeri ( pada waktu itu berfungsi sebagai Pengawas Notaris ); maka dengan berlakunya UU 30 tahun 2004 yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 ketentuan dalam pasal 2 UU 9 tahun 2004 tidak dapat digunakan khususnya untuk kasus/permasalahan yanng berkaitan dengan keputusan pemberian sanksi bagi Notaris, demikian berdasarkan asas hukum Lex posterior derogat legi priori/anteriori ( Undang-Undang yang lebih baru mengenyampingkan Undang-Undang yang lama ).
Dalam hal ini Unsur Peradilan Umum ( unsur eksternal diluar Badan TUN ) tidak ada lagi kaitannya dengan dunia kenotariatan dalam hal pemeriksaan, pengawasan dan pemberian pertimbangan dalam pembuatan Keputusan TUN oleh Menteri dan maupun oleh Badan Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Menteri.
Keputusan Menteri maupun Majelis Pengawas yang memberikan sanksi kepada Notaris memenuhi kriteria sebagai Keputusan TUN sesuai pasal 1 point 3 UU 5 tahun 1986 yang unsur-unsurnya adalah :
a. penetapan tertulis
b. yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
c. yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
d. yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh Menteri dalam menjalankan tugas tata usaha berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yaitu melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris, termasuk dalam lingkup Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara demikian pula Keputusan yang dibuat dalam rangka melakukan tugas pengawasannya adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan sebagai obyek sengketa Tata Usaha Negara.
Selanjutnya penulis mereferensikan agar pembaca membaca lebih lanjut tulisan rekan Habib Adjie dalam draft Judicial Review atas Permenkum nomor 3 tahun 2007 ( KLIK DISINI )sebagai sarana untuk memperkaya wacana kita semua dalam memahami permasalahan di atas.
Dan sebagai penutup penulis ingin memberikan sedikit catatan menngenai betapa uniknya kedudukan Notaris yang menjadi pejabat/ anggota Majelis Pengawas; karena yang bersangkutan disamping mempunyai kedudukan sebagai Notaris (Pejabat Umum yang bukan pejabat TUN), juga sebagai pejabat TUN serta pula sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan yang lain. ( wah betapa kompleksnya…. ).


Akhirnya dengan mengangkat topi dan memberikan hormat/saluut kepada para anggota Majelis Pengawas Notaris penulis mengucapkan Selamat bekerja dan berkarya, semoga Tuhan yang Maha Esa selalu membimbing sodara-sodara sekalian dalam menjalankan amanah Undang-Undang.
Salam sejahtera
Jusuf Patrick
Sby, 1 April 2008

Baca selanjutnya...