30 Juli 2008

Perihal kedudukan Pelaksana Wasiat

PELAKSANA WASIAT
DALAM PRAKTEK HUKUM WARIS TESTAMENTAIR

( pasal 1004 s/d 1022 KUHPdt)

Beberapa waktu yang lalu datanglah ke kantor penulis seorang agent asuransi dari sebuah perusahaan asuransi yang berkedudukan di Singapore, agent ini disertai oleh seorang lawyer perusahaan asuransi tersebut.
Mereka menanyakan bagaimana kedudukan seorang pelaksana wasiat , apa dan sejauh mana hak, wewenang dan kewajibannya. Hal ini dilakukan sehubungan dengan pencairan dana asuransi yang telah jatuh tempo dari seorang almarhum yang meninggalkan wasiat bagi ahli warisnya.
Dalam akta wasiat tersebut dinyatakan telah diangkat seorang pelaksana wasiat ( executure testamentair ), dengan klausula sebagai berikut :
” Saya angkat sebagai pelaksana wasiat saya yaitu tuan X....dst. Kepadanya saya berikan semua hak, wewenang dan kekuasaan yang menurut undang-undang diberikan kepada pelaksana wasiat, terutama hak untuk memegang dan mengurus serta menguasai semua harta peninggalan saya, sampai kepadanya tentang itu diberikan pengesahan dan pembebasan tanggung jawab sama sekali ( volledig aquit et decharge )”.

Yang menjadi masalah : Perusahaan asuransi tersebut tidak dapat mencairkan dana tersebut sampai mereka diyakinkan mengenai kedudukan pelaksana wasiat tersebut, yang dalam kasus ini pelaksana wasiatnya meninggal dunia sebelum wasiat dilaksanakan.

Nah bagaimanakah peranan pelaksana wasiat menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia? ( Materi ini merupakan bagian dari Hukum Waris yang diuraikan dalam KUHPdt).



1. Cara pengangkatan pelaksana wasiat. (pasal 1005 ayat1 )
Dengan mengangkat dan menetapkannya dalam akta wasiat, wasiat dibawah tangan (codicil) atau akta notaris khusus, dimana di dalam akta/surat tersebut dapat diangkat seorang atau lebih ( jika lebih dari seorang maka mereka bertanggung jawab secara tanggung renteng – pasal 1005 ayat 2 jo pasal 1016).

2. Yang tidak boleh diangkat sebagai pelaksana wasiat ( pasal 1006)
Adalah seorang wanita yang telah kawin, anak dibawah umur, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, orang yang tidak cakap.
Oleh karena itu orang yang cakap selain yang disebut di atas dapat menjadi pelaksana wasiat.
Catatan: Wanita yang dalam status perkawinan saat ini berdasarkan UU 1/1974 dinyatakan cakap untuk bertindak hukum, oleh karena itu menurut saya sah sah saja jika ia diangkat sebagai pelaksana wasiat.

3. Sifat atau karakter pelaksana wasiat
Pelaksana wasiat adalah orang yang melakukan perbuatan hukum atas nama orang lain, yaitu para ahli waris dalam urusan harta peninggalan, berdasarkan perintah orang lain, yaitu pewaris, yang pelaksanaannya tidak tergantung pada para ahli waris, namun sementara terikat oleh karena pelaksanaan perintah itu sendiri.

4. Tugas pokok dan kewenangan pelaksana wasiat
- menguasai (bezitten) harta peninggalan pewaris baik bergerak maupun yang tidak bergerak (pasal 1007)
- membuat daftar budel/inventarisasi harta peninggalan (boedelbeschrijving) (pasal 1010)
- dalam hal terdapat ahli waris yang dibawah umur atau ditaruh dibawah pengampuan ( yang tidak mempunyai wali atau pengampu) atau jika ada ahli waris yang tidak hadir, maka pelaksana wasiat wajib mengusahakan penyegelan atas harta peninggalan (pasal 1009);
- menagih piutang harta peninggalan kepada debitur ( pasal 1013)
- mengusahakan agar kehendak terakhir pewaris dilaksanakan, dan jika terjadi perselisihan mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk mempertahankan berlakunya surat wasiat ( pasal 1011)
- membayar atau menyerahkan hibah wasiat kepada yang berhak dan apabila tidak ada uang tunai untuk membayar, maka pelaksana wasiat berwenang untuk menjual harta peninggalan sesuai dengan syarat dan ketentuan (pasal 1012)

5. Batasan kewenangan dan kewajiban pelaksana wasiat
- tidak berwenang untuk menjual harta peninggalan untuk keperluan pembagian harta peninggalan (pasal 1014)
- kekuasaannya tidak beralih kepada ahli warisnya (pasal 1015)
- kekuasaannya untuk menguasai harta peninggalan maksimal dalam jangka waktu 1 tahun terhitung sejak pelaksana dapat menguasai harta peninggalan tersebut ( pasal 1007 )
- wajib membuat perincian harta peninggalan (boedelbeschrijving) dan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban ( walaupun terhadap hal-hal itu pelaksana wasiat dibebaskan oleh pewaris dalam wasiatnya ) lihat pasal 1018
- apabila pelaksana wasiat menerima tugasnya, maka ia harus menyelesaikannya (pasal 1021)
- atas permintaan para ahli waris membantu melakukan pemisahan dan pembagian harta peninggalan (pasal 1014)

6. Hak pelaksana wasiat
- menerima upah sesuai dengan upah wali (pasal 411) yaitu :
- 3% dari segala pendapatan,
- 2% dari segala pengeluaran dan
- 1½ % dari modal yang diterima

7. Berakhirnya, perhitungan dan pertanggungjawaban pelaksana wasiat
- Tugasnya telah dilaksanakan ( Catatan : Perhitungan dan pertanggungjawaban biasanya dalam praktek kenotariatan dilaksanakan sebelum tahap pemisahan dan pembagian )
- Meninggal dunia ( Catatan : Menurut Arrest Hof Arnheim tahun 1925, perhitungan
dan pertanggung jawaban itu harus diberikan oleh ahli warisnya )
- Mengundurkan diri
-
Dipecat oleh para ahli waris
- Pelaksana wasiat menjadi tidak cakap (onbekwaam in rechte)

Jadi solusi dari permasalahan di atas, ahli waris pelaksana wasiat wajib membuat perhitungan dan pertanggung jawaban ( walaupun wasiat belum dilaksanakan ), setelah ada pemberesan dan pembebasan dari para ahli waris kepada ahli waris pelaksana wasiat, maka tidak ada alasan lagi
bagi perusahaan asuransi tersebut untuk tidak mencairkan dana asuransinya sesuai ketentuan dalam akta wasiat.

Baca selanjutnya...

24 Juli 2008

Praktek Pelaksanaan Pembubaran PT

        Dalam praktek pembubaran Perseroan menurut UU 40/2007 akibat keputusan RUPS ternyata terdapat inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 40/2007 yang mengatur tentang pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam Daftar Perseroan.


        Pembubaran Perseroan dalam UU 40/2007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152, dimana yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 1/1995(pasal 114 s/d pasal 124) adalah mengenai berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 40/2007 ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPS "terakhir".

        Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS :

1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk melakukan proses likuidasi ( pasal 142 ayat 1 dan 2 )

2. Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri ( pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi.

3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal 149 ).

4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator; yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri.(pasal 152 ayat 3)

5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (pasal 152 ayat 5 jo ayat 8).

Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).

        Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 (proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi ).

Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS "terakhir" yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus.

        Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedure  pasal 152 ayat 3 UU 40/2007 tidak dilaksanakan ? Menurut penulis terhadap permasalahan ini perlu diadakan analisa yang lebih mendalam.

        Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.



Saran :

Perlu diadakan koreksi terhadap ketentuan dalam pasal 152 ayat 5 dan ayat 6 yang mengesankan bahwa hapusnya/berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan adanya tindakan pencatatan oleh Menteri. Tindakan pencatatan oleh Menteri adalah suatu tindakan administratif yang tidak mempunyai implikasi hukum apapun terhadap hapusnya/berakhirnya suatu Perseroan.




 


 




 



Baca selanjutnya...

10 Juli 2008

Kedudukan Akta Otentik dalam Sistem Hukum Pembuktian

BATAS MINIMAL DAN NILAI KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK
( Mendudukan kembali kedudukan Akta Otentik dalam Sistem Hukum Pembuktian)

Alat bukti yang diajukan dalam acara persidangan di Pengadilan dapat dikategorikan sebagai :
- alat bukti yang mencapai batas minimal yang ditentukan hukum dan
- alat bukti yang tidak mencapai batas minimal; dimana yang terakhir dapat dikategorikan menjadi 2 bagian lagi yaitu : - alat bukti yang tidak sah / tidak memenuhi syarat dan - alat bukti permulaan ( begin van bewijs ).
Apakah yang dimaksud sebagai Batas Minimal Alat Bukti ?
Menurut M Yahya Harapan : Secara teknis dan populer dapat diartikan yaitu suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit harus terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebenaran yang didalilkan atau dikemukakan; apabila alat bukti yang diajukan di persidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.

Alat bukti yang sah/ memenuhi syarat adalah alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil, apabila alat bukti yang diajukan tidak memenuhi ke 2 syarat tersebut, maka alat bukti tersebut tidak sah sebagai alat bukti dan oleh karena itu tidak memenuhi batas minimal pembuktian.

Alat bukti permulaan adalah alat bukti yang tidak memenuhi batas minimal pembuktian apabila tidak ditambah paling sedikit satu alat bukti lagi, contohnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 1905 KUHPdt juncto pasal 169 HIR asas seorang saksi bukanlah saksi ( unus testis nullus testis ). Agar dapat memenuhi ketentuan batas minimal, maka perlu ditambah satu alat bukti lagi.

Patokan yang dapat digunakan agar alat bukti yang diajukan di persidangan mencapai batas minimal pembuktian adalah tidak tergantung pada jumlah alat bukti ( faktor kuantitas ) namun pada faktor kualitas alat bukti yaitu alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil.
Setiap alat bukti mempunyai syarat formil dan materiil yang berbeda-beda, misalnya alat bukti saksi :
Syarat formil :
- orang yang tidak dilarang menjadi saksi ( Pasal 1910 KUHPdt, pasal 145 jo pasal 172 HIR );
- mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sesuai pasal 1911 KUHPdt
Syarat materiil :
- keterangan yang diberikan berisi segala sebab pengetahuan bukan berdasarkan pendapat atau dugaan yang diperoleh dengan menggunakan pikiran sesuai Pasal 1907 KUHPdt jo pasal 171 HIR;
- keterangan yang diberikan saling bersesuaian dengan yang lain atau alat bukti lain ( Pasal 1906 KUHPdt jo pasal 170 HIR ).

Tidak seperti didalam sistem pembuktian dalam Hukum Pidana ( yang tidak mengenal alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan ), maka didalam sistem pembuktian dalam Hukum Perdata, setiap alat bukti memiliki batas minimal dan nilai kekuatan pembuktian yang berbeda-beda.

Nilai kekuatan pembuktian (bewijskracht) yang melekat pada Akta Otentik diatur dalam pasal 1870 KUHPdt jo pasal 285 RBG adalah : sempurna (volledig bewijskracht), dan mengikat (bindende bewijskracht) ; sehingga Akta Otentik dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain Akta Otentik yang berdiri sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian.

Namun yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya.
Akta Otentik dapat saja kekuatan pembuktian dan batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan (begin van bewijs bij geschrifte) yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan (tegenbewijs) yang setara dan menentukan.
Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah alat bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan (beslissend) atau memaksa (dwingend).
Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari Akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.

Baca selanjutnya...

02 Juli 2008

JATI DIRI

Menapakkan jejak sejarah
Membuat catatan hidup
Menciptakan ketertiban
Memendam duka


Wajah tua terseok-seok
maju sedikit maju lagi sedikit
sedikit demi sedikit
terlintas kerut kebingungan dan kelam kesedihan


Wahai sang carut marut
Kemanakah engkau akan menuju?
Wahai sang wajah tua
Kemanakah matamu tertuju?


Jurang kehancuran sejengkal di depan
Sementara engkau sibuk dengan mainanmu
Bencana menghadang sekedipan mata
Sementara engkau terlena dengan keelokan masa lalumu


Hai !! Sadarlah sang perkasa !!
Bersatulah !!
Peranan adalah makananmu
Manfaat adalah minumanmu
Kebersamaan adalah kekuatanmu
Keahlian adalah sayap-sayapmu
Harkat dan martabat adalah nafasmu
Hiduplah abadi sesuai takdirmu !!

Untukmu INI selamat merayakan ulang tahun ke 100 ( 1 Juli 2008 ).
Jusuf Patrick

Baca selanjutnya...